Nggak bisa dimungkiri bahwa manusia memiliki banyak sekali kesalahpahaman. Nggak hanya pada hal besar seperti politik dan agama, tapi pada hal sesepele makian. Di Indonesia, apa sih makian paling awam yang semua bahasa memahaminya? Iya, “anjing”. Itu makian paling sederhana yang ada di Indonesia. Tapi kenapa semua orang menggunakan anjing sebagai analogi perilaku buruk?
Sebaliknya, dalam ajaran agama juga, kucing dijadikan hewan yang begitu dipuja. Sejak dari zaman sebelum ada agama samawi, kucing sudah dijadikan hewan yang begitu dipuja. Lihat saja di Mesir kuno, di era Firaun, kucing menjadi salah satu hewan yang paling dipuja. Kenapa bisa kucing dijadikan hewan seperti itu? Apa hebatnya kucing dibandingkan hewan lain? Bukannya membenci kucing, terus terang saya pribadi tidak suka hewan apapun. Ini bukan masalah hewan, tapi masalah filosofi yang menurut saya agak keliru saja. Nah, daripada panjang, disimak aja yuk, pembasahan dari Casciscus berikut ini!
Anjing adalah sahabat terbaik manusia, tapi entah kenapa manusia bisa sangat membenci anjing.
Ini salah satu hal yang paling bikin saya penasaran. Katanya anjing adalah hewan paling bersahabat dengan manusia, tapi nyatanya orang bisa sangat benci sama anjing. Banyak di dalam film anjing dijadikan sosok yang begitu bersahabat dengan manusia, dan kenyataannya, anjing memang sangat bersahabat. Tapi entah kenapa, di sisi lain, manusia juga bisa sangat membenci anjing. Contoh saja, mana ada orang makan daging kucing, tapi dalam beberapa budaya, ada banyak orang makan daging anjing. Itu hanya contoh kecil saja, lainnya banyak lagi.
Di Indonesia, kata “anjing” memiliki konotasi yang sangat buruk. Bahkan, agama mendemonisasi anjing dan menganggapnya najis. Padahal kalau dilihat keseharian, tidak ada anjing yang mencuri makanan tuannya. Anjing juga tidak pemalas, dan lebih lagi, anjing sangat setia. Makanya saya agak bingung apa bagian buruk dari anjing sehingga dia pantas dianggap sebagai binatang yang layak disandingkan dengan perilaku kurang ajar manusia?
Kucing adalah hewan pemalas dan pencuri. Tapi, agama memujanya dan banyak orang menyayanginya.
Di sisi lain, kebalikan dari anjing, kucing seperti mendapatkan tempat yang cukup hebat di kehidupan manusia. Bahkan agama mengatakan bahwa kucing adalah binatang yang bisa mendatangkan kebaikan. Bukannya mau menentang agama, hanya saja, faktanya kucing adalah makhluk yang sangat tidak bersahabat. Selain pemalas, kucing juga suka mencuri. Di Indonesia ada istilah yang namanya kucing garong. Iya memang ada satu istilah yang menggunakan kucing sebagai analoginya, tapi pada istilah itu ditambahkan kata “garong”. Artinya adalah bahwa tidak ada generalisasi pada kucing, nggak semua kucing jahat, hanya kucing garong saja yang jahat.
Sementara itu, tak ada frasa “anjing garong”. Artinya adalah semua anjing sama saja, sama-sama jahat dan layak dijadikan analogi bagi keburukan sifat manusia. Memang kesannya nggak penting, namun jika mau melihat dari sisi ini sebentar saja, akan sangat terlihat ketidakadilan budaya pada anjing dan kucing. Kasihan si anjing.
Kekeliruan julukan ini adalah cermin sifat dasar manusia, suka nuduh orang lain atas kesalahannya sendiri.
Tentu saja saya tidak punya kemampuan untuk melakukan analisis sosiologis, antropologis, atau bahkan sekadar epistimologis, tapi dalam pembahasan yang sudah dilakukan di atas, jelas terlihat salah satu sikap asli manusia (jelas saya juga memilikinya), manusia selalu membenci orang yang nggak sama dengan dia. Lihatlah kucing yang begitu dicintai, kenapa dia begitu dicintai? Ya, karena manusia tanpa sadar merasa mirip dengan kucing. Pemalas, suka mencuri, nggak punya sopan santun, dan laing-lain. Karena kesamaannya inilah manusia, mungkin saja, merasa harus lebih membela kucing.
Di sisi lain, anjing sangat berbeda dengan manusia. Anjing memang juga ada yang jahat dan suka menggigit, tapi rata-rata anjing sangat setia dengan tuannya. Anjing juga rela mengorbankan nyawa demi tuannya saat berada dalam bahaya. Jelas, sikap ini secara alamiah jelas tidak dimiliki oleh manusia. Makanya, mungkin saja, manusia nggak suka atau bahkan benci anjing. Anjing terlalu berbeda dengan manusia dalam segi sifat. Tahu sendiri kan manusia saat ini seringnya benci dengan orang atau hal lain yang berbeda dari golongannya. Mungkin saja, hal inilah penyebab utama kekeliruan penggunaan makian “anjing”.
Harusnya, manusia dimaki dengan sebutan “kucing”, bukan “anjing”. Lihat saja banyak orang di Indonesia saat ini. Pemalas, suka meminta, suka mencuri, dan lain-lain. Makanya kalau memaki pejabat jangan pakai frasa “dasar pejabat anjing”, tapi pakailah “dasar pejabat kucing”.