Jogja adalah kota yang tak akan habis dibicarakan. Kota ini menyimpan banyak kenangan dan rindu bagi banyak orang. Tanpa perlu diperdebatkan lagi, Jogja adalah kota yang memiliki nilai tinggi bagi banyak orang. Nggak hanya bagiku yang hidup di kota ini, tapi bagi semua orang yang pernah datang ke sini.
Namun akhir-akhir ini kota tercinta ini seperti sedang sakit, banyak masalah. Sumber masalahnya banyak, namun rata, sumber masalah kota ini berasal dari aktivitas ekonomi yang tidak memikirkan dampak buruk jangka panjang. Dengan cara seperti ini, Jogja mungkin saja tidak akan lagi menjadi kota yang nyaman bagi orang-orang yang memang ingin hidup di sini atau bahkan bagi orang yang ingin mengais rezeki di sini.
Pembangunan gedung bertingkat yang tak memikirkan jalur air dan preservasi air tanah.
Sejatinya ini adalah penyakit yang menjangkiti semua kota yang berada dalam masa pertumbuhan. Hanya saja, harusnya hal ini bisa dilakukan dengan cara yang berbeda di kota pelajar ini. Apa sih yang “dijual” di kota ini? Selain budaya dan tempat-tempat pariwisata lainnya, yang “dijual” di sini adalah kenyamanan dan kearifan kampung-kampungnya. Kalau semuanya sudah dilindas pembangunan gedung bertingkat seperti ini, rasa nyaman itu akan hilang.
Saat rasa nyaman itu hilang, maka hilanglah daya tarik Jogja. Saat daya tarik itu hilang, pembangunan gedung dengan investasi tinggi jadi tidak ada gunanya. Banyak orang mau membeli tanah dan hunian berharga selangit di Jogja kan karena kota ini nyaman, kalau kota ini sudah nggak liveable kayak Jakarta, buat apa lagi tinggal di sini. Model bisnis yang saat ini dikembangkan di Jogja, terutama terkait dengan pengembangan infrastruktur sudah harus diubah menjadi lebih eco-friendly.
Jogja sudah mulai banjir. Pemerintah sudah harus bersiap dari sekarang untuk menghadapi banjir 10 tahun ke depan.
Salah satu hal yang memungkinkan Jogja menjadi tempat yang tak nyaman lagi adalah banjir. Saat ini, ada beberapa daerah di kota ini yang mulai mengalami banjir meski hanya hujan sebentar saja. Ini adalah imbas dari pembangunan yang sering tak memperhatikan jalur air tanah.
Selain itu, pemerintah kotanya seperti masih kurang cepat dalam menghadapi genangan air. Sebagai kota yang mengedepankan kenyamanan, harusnya pemerintah sudah mengantisipasi apa saja yang bakalan bisa mengganggu kenyamanan untuk beberapa tahun ke depan. Genangan air yang mulai ada di mana-mana ini menandakan bahwa pemerintah kota ini tidak siap dalam mempertahankan kenyamanannya. Saat kenyamanan Jogja menurun, maka akan menurun pula potensi ekonomi pariwisatanya. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Jadi sudah seharusnya pemerintah lebih perhatian.
Antisipasi peraturan, pengaturan, dan penambahan jalan. Kalau tidak, bakal jadi kota yang tak nyaman lagi.
Hal lain yang bakalan membuat Jogja menjadi kota tak nyaman adalah volume kendaraan. Tentu saja kita tidak bisa melarang orang untuk membeli dan menggunakan kendaraan pribadi. Tapi demi kenyamanan bersama, pemerintah Jogja sudah harus mendesain peraturan baru dan mengembangkan transportasi umum yang lebih bagus untuk mengurangi kecepatan pertumbuhan angka pengguna kendaraan pribadi.
Jika pemerintah Jogja benar-benar ingin serius menjaga kotanya supaya tetap nyaman, salah satu hal sederhana yang perlu dilakukan adalah memodifikasi peraturan. Dalam jangka panjangnya, pemerintah juga harus memikirkan proyek penambahan jalan seperti jembatan layang dan mungkin tol dalam kota. Kalau menunggu padat, maka semuanya sudah akan telat.
Jogja adalah kota yang begitu menyenangkan. Bukan hanya karena budaya dan tempat bersejarah, tapi kota ini memberikan kenyamanan yang mungkin tak akan bisa diberikan oleh kota lain. Namun hal itu terancam hilang jika semua orang di kota ini dan pemerintah tak melihat kotanya secara visioner. Jika tak ada perubahan dan penanggulangan apapun, Jogja tak akan seramah saat ini 10 tahun lagi.
